Jumat
siang, tanggal 1 Desember 2023, saya
mendapat undangan untuk menghadiri pelatihan Design Thinking for Educators yang
dilaksanakan oleh The Local enablers School of Innovation yang bekerja sama
dengan Lewrick and Company International Certification Program di hotel Aston
Priority TB Simatupang, Jakarta Selatan. Pelatihan ini merupakan pelatihan yang
diperuntukkan bagi para dosen di UPN “Veteran” Jakarta (UPNVJ) yang digagas
oleh pihak LP3M UPNVJ. Namun, dalam pelatihan ini, hanya diikuti oleh 30 orang
dosen, yang berasal dari berbagai fakultas yang ada di UPNVJ, yang berlangsung selama 3 hari (1-3 Desember 2023). Hadir juga bersama
kami para pimpinan dari berbagai fakultas, termasuk Rektor UPNVJ yakni Bapak Dr.
Anter Venus, M.A. Comm. Tentu saja undangan tersebut saya sambut dengan baik,
kapan lagi saya bisa mendapat kesempatan emas ini, yakni belajar mengenai
Design Thinking langsung dari pakarnya yang mendunia yakni Michael Lewrick, Ph.D.,
MBA yang berasal dari Switzerland. Michael Lewrick juga telah menerbitkan beberapa buku terkait Design Thinking.
Persiapan saya lakukan apa adanya, karena acara akan
dimulai pada pukul 14.00 WIB. Sempat mengalami panic syndrome juga,
karena antara terkena macet dan keinginan sampai tepat waktu yang sudah tak
mungkin tercapai. Belum lagi panitia yang sudah WA bahwa acara akan segera
dimulai. Walau telat setengah jam, tetapi tentunya tidak mengurangi esensi
pembelajaran. Saat tiba di ruangan
Jagakarsa 1 Lantai 3, Bapak Dr. Dwi Indra Purnomo sedang mengisi materi
mengenai Design Thinking. Di mana dalam penjelasannya tersebut, Bapak Dr. Dwi
menjelaskan bahwa Design Thinking merupakan suatu desain mengenai bagaimana
kita memikirkan suatu permasalahan bukan fokus pada produk solusinya terlebih
dahulu, tetapi berpikir tentang mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apa
sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat terkait permasalahan ini? Bagaimana
caranya agar kita mampu mendengarkan permasalahan tersebut, dengan ‘why-why-why’
yang ada baru memikirkan solusi. Pada intinya adalah kita harus menjadi
pendengar yang baik, sehingga akhirnya mampu menciptakan inovasi yang baik
sebagai solusi dari permasalahan.
Poin yang menarik dari penjabaran yang dilakukan oleh
Bapak Dr.Dwi Indra Purnomo adalah mengenai perubahan inovasi yang dilakukan
dari bottom up dengan kemampuan mendengarkan permasalahan yang
baik akan lebih sustainable, dibandingkan dengan perubahan yang
dilakukan dari Up to down yang hanya fokus pada solusi saja. Contohnya
adalah, ketika di suatu daerah, pemerintah daerahnya fokus pada pembuatan
taman-taman kota yang diharapkan mampu menjadi inovasi pada tata kota yang
lebih baik, justru ketika pemerintah daerah tersebut tidak menjabat lagi, maka
banyak taman kota yang terbengkalai dan tidak terawatt lagi. Hal ini terjadi,
karena solusi yang diciptakan tidak berdasar pada ‘mendengarkan permasalahan
dari masyarakat’. Sebenarnya hal apa yang paling diinginkan dan dibutuhkan
masyarakat?.
Prototype UPNVJ sebagai kampus dengan Filosofi Bintang yang Mampu Bersinar di Kancah Internasional (Anggota Kelompok berfoto Bersama Michael Lewrick) |
Setelah melalui tahapan penemuan why, maka hal
selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan radical collaboration
sebagai bentuk inovasi dari Design Thinking. Contohnya adalah Indomaret yang
bukan sekedar toko kelontong biasa, tetapi juga menyediakan kopi yang disajikan
melalui mesin pembuat kopi yang kemudian dijual dengan harga terjangkau, fried
chicken yang enak yang dijual dengan harga terjangkau, produk donat dan
sosis yang enak juga dengan harga terjangkau. Selain itu juga, terdapat produk
lawson yang menjual beberapa makanan seduh, seperti odeng hangat yang dapat
dinikmati seketika. Beberapa inovasi yang dilakuakn indomaret, tentunya atas
dasar survey pasar mengenai hal apa sih yang dibutuhkan oleh masyarakat sekitar
indomaret?. Jadi beberapa hal yang telah disebutkan tadi, yakni donat, kopi,
lawson, fried chicken, serta sosis bakar merupakan inovasi dari Design
Thinking, di mana konsumen tidak perlu jauh-jauh pergi ke beberapa gerai
makanan yang diinginkan, karena dengan membuka pintu indomaret, maka kebutuhan
tersebut segalanya akan terpenuhi.
Buku-Buku yang ditulis oleh Michael Lewrick |
Hari kedua dan ketiga, materi disampaikan langsung oleh
Michael Lewrick, pakar Design Thinking Dunia. Pada awalnya kami dibagi menjadi beberapa
kelompok, di mana satu kelompok berjumlah dua orang. Kami diminta untuk membuat
pesawat dari kertas, kemudian menerbangkannya. Kemudian kami diminta kembali
untuk membuat pesawat dari kertas yang lebih besar menggunakan satu tangan saja.
Setelah itu kami diminta menerbangkannya kembali. Tentu saja tidak ada yang
memiliki jarak tempuh yang jauh dan tepat sasaran, karena kertas yang digunakan
terlalu besar dan hanya menggunakan satu tangan dalam membuat. Lalu Michael
Lewrick menyatakan, mengapa tidak terpikirkan untuk meremuk kertas ini, lalu
dibuang ke depan? Maka jarak tempuh akan jauh. Inilah yang disebut dengan Radical
Collaboration. Di saat orang lain tidak memikirkan hal tersebut, kita
memikirkannya. Dengan cara apa semua tersebut dapat tercapai? Ya itu tadi,
dengan fokus mendengarkan, apa yang orang butuhkan saat ini, bukan fokus pada
produk solusi.
Foto bersama dengan Pimpinan UPNVJ; para peserta; beserta Bapak Dr. Dwi Indra P |
Michael Lewrick kemudian meminta kami untuk membuat prototype
tentang permasalahan Bahaya Obesitas di Suatu Negara. Masing-masing kelompok
diberikan lego dan plestisin. Kami diminta untuk sekreatif mungkin membuat
miniatur produk solusi dari permasalahan yang ada. Tentu saja tidak langsung
membuat produk, tapi dengan cara mewawancarai partner kelompok tentang ‘Mengapa
kok bisa jadi obesitas? Memangnya apa kegiatan Anda sehari-hari? Kesulitan apa
yang Anda rasakan sehingga tidak memiliki waktu berolahraga? Kemudian apa
kendala apa yang sering Anda temui ketika ingin memulai hidup sehat? Lalu hal
apa kira-kira yang paling Anda butuhkan?’. Saat wawancara terjadi, partner
saya menyebutkan bahwa Ia ingin memulai hidup sehat, tetapi cenderung kacau
dalam mengatur waktu, selain itu jam kerja yang dimilikinya sangat tinggi,
sehingga terkadang menjadi stress dan mencari pelarian dengan mengkonsumsi
cemilan dan makanan manis. Maka dari itu, maka saya menawarkan untuk membuat
inovasi alat digital AI yang dapat mengatur jadwal keseharian dari partner saya,
di mana di sana juga bisa mengingatkan terkait hal apa yang baik dikonsumsi
hari ini dan tentunya jadwal olahraga rutin yang terjadwal secara digital.
Berdiskusi sebelum Membuat Project |
Poin penting selanjutnya yakni mengenai metode
pembelajaran di kelas, di mana sebagai dosen tentunya kita harus memperkenalkan
metode Design Thinking kepada mahasiswa. Sebisa mungkin menggunakan sticky
note yang full colour agar mahasiswa dapat merancang design
thinking semenarik mungkin, lalu dipresentasikan kepada dosen untuk
memecahkan permasalahan yang ada di sekitar. Selain itu, juga memperkenalkan
tentang metode Persona, di mana dalam hal ini berkaitan dengan pimpinan suatu
institusi. Kira-kira, apa yang menjadi permasalahan di suatu institusi?
Silahkan coba untuk mendengarkan problem yang dirasakan oleh pimpinan Anda
sebelum nantinya memberikan solusi yang
tepat pada pimpinan. Selain itu, menurut Michael Lewrick perlu adanya Radical
Collaboration dari institusi pendidikan dengan Lembaga di luar pendidikan
tersebut, misalnya bekerja sama dengan Hotel terbaik di Indonesia dalam ranah hospitality
atau misalkan bekerja sama dengan Gojek dan Tokopedia dalam ranah digitalisasi.
Pada intinya ketika ingin baik, maka jangan takut atau ragu untuk berkolaborasi
dengan pihak lain di luar kita.
Hasil Analisis mengenai Persona bersama Tim |
Penyerahan Sertifikat dan Foto Bersama Michael Lewrick |
Tentunya banyak insight baru yang saya dapatkan
dari 3 hari pelatihan ini. Paling utamanya adalah saya akan mengubah metode
pembelajaran di kelas, di mana saya tidak akan terlalu banyak menggunakan
metode ceramah dan diskusi biasa saja, melainkan mahasiswa saya tuntut untuk
kreatif memecahkan masalah dan mendesain pemikiran mereka terkait pemecahan
masalah yang ditunjukkan melalui beragam desain canvas dan prototype.
Setelah mengikuti beragam agenda pelatihan, tahap terakhir adalah kami menjawab
assessment terkait Design Thinking. Bonus utama dari acara ini
adalah, masing-masing dari peserta mendapatkan sertifikat internasional bagi
pendidik terkait Design Thinking for Educators.