Hampir dua tahun sudah pandemi covid 19 menyerang Indonesia. Banyak kisah hadir dari peristiwa ini, banyak hikmah yang kemudian bisa kita petik.
Menuju November 2021.
Apa saja pembaharuan diri yang sudah
kita lakukan karena teguran pandemi?. Apakah kita makin rajin ibadah dari
sebelumnya atau justru sibuk merutuki keadaan dan malah makin jauh dariNya?.
Atau mungkinkah kita justru makin mawas diri dan kemudian berhati-hati dalam
berperilaku?.
Sudah berulang kali aku menarik
nafas panjang, apalagi salah satu kerabat dekatku juga ada yang kemudian pergi
untuk selamanya dikarenakan virus corona. Belum lagi pemberitaan yang kian
mencekam, di mana lebih dari 100 orang per hari meninggal akibat virus
mematikan ini, hingga akhirnya diberlakukannya PPKM (Program Pembatasan
Kegiatan Masyarakat). Sempat aku menangis di suatu dini hari, membayangkan
kalau hari-hariku akan makin banyak di rumah. Belum lagi karena waktu itu belum
punya kendaraan pribadi, maka makin sulitlah gerakku karena tak berani naik
transportasi umum, karena takut tertular virus corona. Namun apa mau dikata,
justru pandemi tak kunjung reda, malah justru datang varian baruyang lebih
mencekam.
Sumber Gambar Pixabay.com |
Jadi apalagi yang bisa kita perbuat?. Terus berpangku tangan melihat semua ini?. Atau justru kita bangkit walau dalam hati meringis?. Aku pribadi justru memilih untuk bangkit, aku ingin bangkit, aku ingin bangkit walau kadang nafasku terengah. Aku ingin buktikan, bahwa aku percaya, Allah menyertai hambaNya yang yakin akan ketetapanNya. Aku percaya bahwa ada hikmah dari selaksa pandemi ini, aku yakin suatu hari akan kembali terbit pelangi di negeriku ini, negeri Khatulistiwa.
Sore Hari Masih di Penghujung Oktober
2021
Part 1 Berbagilah
Sampai saat ini aku masih teringat
akan pandanganku pada sesosok wajah kumal dengan kostum badut yang tak kalah
kumal. Usianya sekitar 14 tahun, membawa kostum kepala badut kumal berwarna
kuning di lengannya. Ia mengantri kasir bersamaku. Kupandangi wajahnya,
terlihat wajah yang tak ceria. Kuperhatikan apa yang ia bayar. Ia membayar
sebungkus rokok pada kasir. Ingin rasanya kubelikan biscuit atau susu kotak,
tapi bisa jadi ia tak suka. Usai membayar, ia pun keluar toko mendahuluiku.
Sumber Gambar pixabay.com |
Usai membayar, aku pergi ke parkiran
mengambil sepeda motor. Saat aku mengendarai sepeda motor, terlihat anak kecil
tadi duduk dekat pos satpam komplek, ia sedang menyesap rokok yang barusan ia
beli. Asap rokok itu mengepul, wajahnya seperti sedang menikmati kepulan asap,
rona wajahnya pucat pasi, seperti sedang menerima keadaan walau tak ingin.
Aku membayangkan, saat seusia itu,
aku duduk manis di kamar. Belum lagi ada mama yang senantiasa menyediakan
makanan setiap hari bagiku. Walau sederhana, tapi setidaknya cukup, setidaknya
aku tak harus menjadi badut kumal dulu untuk hanya sekedar bertahan hidup.
Hatiku sekilas menjadi pilu, ya Allah, masihkah aku menjadi kufur nikmat hingga
hari ini?. Apakah aku masih patut disebut manusia, ketika aku masih saja
menghitung-hitung saat ingin bersedekah?.
Sampai
saat ini memoriku masih lekat akan anak berkostum badut itu. Jika ingin
memilih, mungkin saja ia juga mau les mengaji atau les bahasa Inggris saat sore
hari. Pasti ia juga mau seperti anak lainnya yang memegang gadget di rumah sembari ditemani cemilan
yang dibuatkan oleh ibu mereka. Atau mungkin bisa jadi ia juga ingin seperti
anak-anak lainnya yang mungkin belum bangun dari tidur siangnya. Ya Allah.
Sekelumit
kisah anak badut tadi justru membuatku miris. Memang sudah selayaknya kita
wajib untuk berbagi. Aku jadi teringat akan beberapa hal yang dicontohkan oleh
beberapa publik figur di laman instagram mereka, memberikan makanan terenak
yang menjadi favorit mereka dan juga beragam sembako dan cemilan enak untuk
mereka yang kurang beruntung di jalan sana. Seperti yang dicontohkan oleh Umi
Pipik yang memberikan beberapa kantong berisikan sembako dan cemilan untuk para
bapak tua pembawa gerobak di pinggir jalan, atau misalnya Prabu Revolusi
berserta istrinya ZeeZee Shahab yang berbagi nasi kotak Wong Solo sebagai
makanan favorit mereka kepada orang-orang yang kurang mampu di pinggir jalan.
Sungguh patut ditiru, agar tak ada lagi pilu di hati ini.
Sumber Gambar pixabay.com |
Selaksa
pandemi di negeriku belum usai, makin banyak anak-anak yang kemudian menjadi ‘manusia
silver’ (mengecat badan mereka dengan pewarna silver lalu menodongkan tangan
meminta sebagian rezeki). Bayi berusia 1 tahun yang digendong ke sana kemari
oleh ibunya di pasar ikan dengan dalih ingin diberi sedekah, ada juga anak
kecil berusia 4 tahun yang harus rela berkeliling hingga malam hari bersama bapaknya
yang menjadi badut. Belum lagi remaja yang seharusnya belajar, justru terpaksa
mengais rezeki dengan menemani keluarganya menjadi ondel-ondel hingga dekat
tengah malam. Sungguh miris, di mana di ujung jalan yang lain ada yang asyik
nonton bioskop dan selesai berbelanja barang branded sementara di ujung jalan yang lainnya masih ada yang tak
nyenyak tidur beralaskan langit karena kelaparan.
Part 2 Bersyukurlah
Adanya kita di dunia ini, semuanya
telah tertulis dalam takdirNya. Yakinlah, tak akan selamanya kita selalu diuji
dalam ketidakmampuan, dalam kesedihan. Siapa yang tak sedih saat ini, banyak
orang yang tidak hanya kehilangan pekerjaan, bahkan juga kehilangan belahan
jiwanya. Namun apa yang bisa kita lakukan untuk itu semua selain bersyukur?.
Bersyukurlah, maka Allah akan menambahkan rahmatNya padamu. Toh rahmat tak
harus melulu rezeki materi kan? Nikmat ketenangan dan kesabaran yang kita tuai
itu juga merupakan suatu rahmat dariNya.
Bersyukurlah
dalam keadaan sebaik-baiknya bersyukur. Bersyukur untuk mencari rahmatNya
dengan jalan berusaha sebijak mungkin menjalani kehidupan. Bersyukur dengan
cara menjaga kesehatan, rutin berolah raga dan juga makan makanan yang sehat.
Bersyukur dengan cara senantiasa berpikiran positif dan senantiasa memperbaiki
cara ibadah agar menjadi lebih baik. Bersyukur untuk senantiasa memberikan yang
terbaik dalam setiap amanah pekerjaan yang diberikan. Bersyukur untuk
senantiasa tak merasa jumawa atas apa-apa yang telah diraih.
sumber gambar pixabay.com |
Bersyukur bukan bearti hanya nrimo akan keadaan. Bersyukur justru membuat kita makin merasa tercambuk untuk melakukan beberapa terobosan baru dalam hidup. Misal, mulai saat ini saya akan rajin berolahraga atau misal mulai hari ini saya akan mengalokasikan pendapatan saya untuk bersedekah atau misalkan lagi bersyukur untuk kemudian berjanji menambah wawasan dan mengembangkan potensi. Apapun yang kita lakukan untuk menjadi poin positif dalam diri kita, itulah bersyukur.
Sungguh
bukan waktunya lagi kita saling menjatuhkan, atau misalnya menjelekkan orang
lain karena kalah saingan, sungguh bukan waktunya lagi, apalagi sampai memendam
dendam hingga bertahun-tahun. Ada baiknya kita bersyukur, bersyukur karena
Allah SWT turunkan ujian ini.
Selaksa
pandemi covid 19. Terima kasih akan pita kisah hidup yang telah kau beri pada
kami. Terima kasih atas segala hal yang telah dirasa hingga menuju akhir tahun
ini. Semoga kita semua bisa memetik hikmah.
Jakarta
yang Gerimis, di Hari Kamis