Adalah suatu hal yang tak bisa kita terka-terka, baik itu terkait
dengan takdir kehidupan yang kita jalani, dengan siapa kita akan menjalaninya
maupun dengan cara apa kita akan dikembalikan padaNya. Keseluruhan hal itu
sudah tercatat dalam lauh mahfuudz, sudah tercatat dengan amat rapi. Oleh
karenanya, tak ada sesuatu yang kebetulan di dalam dunia ini.
Usia 24, ketika Mama sudah sering bertanya.
Bagi sebagian
orang, mungkin usia 24 adalah masa di mana seseorang sedang asyik-asyiknya
mengejar karir atau ada juga yang masih menyelesaikan studi, atau bisa jadi ada
yang sedang sibuk mengurus keluarga. Nah satu di antara pengelompokan tiga
orang tersebut ada aku di dalamnya, seseorang yang sedang menyelesaikan
studinya. Saat itu sekitar tahun 2015 aku adalah salah satu mahasiswa tingkat
akhir yang sedang berjuang menyelesaikan studi di tanah perantauan, yakni
Yogyakarta. Jauh dari orang tua dan sanak keluarga, belum lagi saat itu aku
menggunakan tongkat kruk karena patah kaki saat kecelakaan motor di Pacitan,
belum lagi deadline tesis yang selalu
memanggil-memanggil, membuat diriku terkadang seringkali menangis di kamar
kost. Jika sudah tak kuat, terkadang tetangga kost menjadi tempat curahan hati
yang paling pas untuk menumpahkan uneg-uneg.
Mungkin saja sahabatku (orang asli Madiun), yang kamarnya berseberangan dengan
kamarku sudah sangat maklum, ketika aku masuk kamarnya dan menangis sesenggukan
karena kadang bingung mau menulis apa lagi dalam tesis. Bukan perkara mudah,
karena entah mengapa, metode penelitian yang kupilih waktu itu cukup sulit
untuk kupahami. Padahal awalnya metode itu kupilih karena kusangka mudah untuk
dikerjakan, karena hanya studi literature saja tanpa harus menggunakan
responden ataupun wawancara saat pengumpulan data. Namun ternyata setelah
kudalami dan kukerjakan, metode itu amat sulit kupahami. Belum lagi judul yang
kupilih, pada akhirnya menggiring aku untuk memahami politik populis, di mana
literatur tentang politik populis sangat jarang sekali yang berbahasa
Indonesia, sehingga aku harus menerjemahkan lembar demi lembar berbahasa
Inggris sendirian tanpa bantuan penerjemah. Rasa-rasanya ingin menyerah di
judul tersebut, namun menurutku sangat tanggung jika tidak diselesaikan dan
harus mengulang dari awal dengan judul baru.
sumber gambar tokopedia.com |
Ya
begitulah hari-hariku saat itu di perantauan, aku hanya terus berdoa agar
nantinya tesis ini segera selesai, sehingga bebanku yang cukup menyita waktu ku
saat itu bisa terlepas. Walau kadang lelah melanda, tetapi aku tetap optimis
untuk bisa selesai walau kondisiku saat itu terbatas. Benar-benar tak menyangka
sebelumnya bahwa aku harus menggunakan kruk saat berjalan dan menumpang ojeg motor saat harus pulang pergi ke
kampus. Tapi aku yakin, semua ini akan berakhir, semua ini akan selesai. Kadang
ada saja hal-hal yang mungkin jika diingat sekarang cukup membuatku bersedih,
ketika di mana aku seringkali hanya melamun di perpustakaan tanpa menulis
apapun. Sampai-sampai diingatkan pegawai perpus bahwa perpustakaan akan tutup,
sementara aku tak sadar kalau sudah taka da lagi pengunjung perpus saat itu.
Belum lagi ada perasaan minder yang
kadang menerpa, di mana orang lain bisa berjalan dan berlari, sementara aku
hanya bisa berjalan sedikit demi sedikit dengan tongkat kruk. Tapi aku yakin,
sangat yakin, suatu saat aku bisa sembuh juga.
Dan
ternyata satu persatu doaku terjawab. Setelah menulis tesis sekitar 10 bulan
lamanya pascacuti (karena kecelakaan), akhirnya aku diberikan kesempatan untuk
mengikuti sidang tertutup dan dinyatakan lulus di pertengahan tahun 2016.
Merupakan suatu kenyukuran juga, karena saat menjalani sidang aku sudah tidak
menggunakan kruk lagi dan saat wisuda aku sudah bisa berjalan dengan normal.
Dan tentunya pertanyaan mamaku terkait jodoh masih saja berjalan, “kira-kira
kapan nih anak mama kirim undangan?.”
Kembali dari Perantauan
Sesudah
wisuda, aku pulang kembali ke Bengkulu. Saat itu aku menjadi salah satu tenaga
pengajar di salah satu universitas swasta di Kota Bengkulu. Selain itu aku juga
menjadi tenaga pengajar di IAIN Bengkulu dan juga UT (Universitas Terbuka). Jam
mengajarku cukup padat saat itu karena harus mengajar di 3 universitas
sekaligus. Belum lagi aku juga harus mengajar di luar Kota Bengkulu, karena
mengajar UT.
sumber gambar elevenia.co.id |
Karena
saat mengajar aku masih lajang, ada saja orang-orang di tempatku bekerja yang
menjodoh-jodohkan diriku dengan rekan kerja lainnya. Belum lagi
mahasiswa-mahasiswa iseng yang terkadang menjodohkan aku dengan teman-temannya,
menurutku ada-ada saja mereka ini, maklum, karena saat itu aku memang sedang
tidak dekat dengan siapa-siapa. Karena menurutku, untuk seusiaku saat itu,
bukan saatnya lagi untuk main-main berkenalan dengan lawan jenis. Aku tentunya
lebih memilih untuk berkenalan dengan orang lain yang memang mau mengajakku
serius.
Tentunya
bukan satu dua kali teman-temanku menjodohkanku. Tapi entah mengapa aku yang
saat itu kurang sreg atau terkadang
malah ditinggal menikah duluan tanpa ada petemuan di awal (jadi cuma sekedar
dijodoh-jodohkan saja, kasian bener sih
aku waktu itu :D). Aku sih hanya bisa menguatkan doa saja, semoga aku dijodohkan
dengan orang yang sholeh dan juga sesuai dengan kriteriaku tentunya, aku ingin
sekali memiliki jodoh seorang dosen, tapi kalau memang bukan dosen tak apalah, yang
penting sholeh.
Ketika
Harus Memilih
Di antara 3 pilihan Sumber Gambar shopee.co.id |
Pilihan
Pertama
Seiring
berjalannya waktu, aku hanya menyibukkan diriku dengan bekerja. Aku menikmati
hari-hariku sebagai seorang pengajar saat itu. Singkat cerita ada suatu
pekerjaan yang membuatku harus sering lembur di kampus swasta tempat aku
mengajar. Tentunya saat lembur hingga malam hari, kami juga ditemani dengan
rekan kerja laki-laki. Saat itu ada satu rekan kerja yang seringkali aku
tanyakan soal pekerjaan yang sedang dikerjakan dan otomatis aku cukup sering
berinteraksi dengannya. Pada akhirnya bukan saja urusan pekerjaan yang sering
kami diskusikan, tetapi juga seringkali bertanya tentang tahun lahir dan
keluarga masing-masing. Belum lagi kami seringkali berbagi cerita tentang visi
misi hidup ke depannya dan menurutku saat itu kami satu visi misi, namun
ternyata rekan kerjaku saat itu terpaut usia dua tahun di bawahku.
Karena
seringkalinya kami berinteraksi, maka rekan kerja kami yang lain seringkali
mengganggu kami, bahkan ada yang bilang, “sudah buruan lamar saja, nanti keburu
diambil orang.” Tentunya rekan kerjaku saat itu hanya tersenyum saja. Kalau
ditanya saat itu, tentunya rekan kerjaku ini memenuhi salah satu kriteriaku,
karena saat itu ia juga seorang tenaga pengajar di perguruan tinggi. Tapi ya
aku biarkan saja mengalir apa adanya, toh menurutku kami juga baru saja
berkenalan. Walaupun terkadang pembicaraan kami ada yang mengarah-arah ke arah
pernikahan.
Pilihan
Kedua
Mengajar
di UT mengharuskan aku untuk mengajar di luar Kota Bengkulu. Salah satu
Kabupaten yang berjarah 4 jam dari kota Bengkulu saat itu menjadi tempatku
untuk mengajar di sana setiap hari Sabtu dan Minggu. Qadarullah, saat itu salah
satu temanku sesama orang Bengkulu baru saja menyelesaikan studi Masternya di
UGM dan sedang mengunjungi kedua orang tuanya di kabupaten tempat aku mengajar.
Temanku
yang saat itu mengetahui bahwa aku sedang mengajar di sana, seringkali
mengunjungiku di tempat mengajar seusai aku mengajar dan suatu hari, ia
mengundangku untuk makan siang dan berkenalan dengan keluarganya. Ia berkata
padaku bahwa aku adalah satu-satuya teman perempuan yang ia perkenalkan pada
keluarganya. Dan saat lebaran tiba, ia juga berkunjung ke rumahku dan aku
berkunjung ke rumah tantenya. Saat aku berkunjung ke rumah tantenya, aku malah
ditanya pertanyaan yang membuatku cukup terkejut,”Ayahnya itu sudah ingin
menantu, keponakanku itu orang yang baik loh,jadi tunggu apalagi?.” Aku hanya
tersenyum, “Loh Tante, aku ini cuma
temenan loh sama keponakan Tante,”
ujarku saat itu. Saat aku ceritakan perihal pertanyaan itu pada temanku, dia
malah berkata,”Kenapa tidak diiyakan saja sih,” ujarnya sambil tersenyum.
Entahlah
aku juga tak mengerti saat itu apa maksud semua ini, yang jelas ketika ia
bertanya padaku, kriteria pasangan hidupmu apa sih? Lagi-lagi aku menjawab,
kalau bisa sih dosen. Dan dia hanya menjawab, sayangnya aku bukan dosen. Tapi
aku berkata lagi pada waktu itu, kan kalau bisa, kan yang penting sholeh. Dan selanjutnya
tak ada lagi pembicaraan soal jodoh atau apalah itu terkait pernikahan, walau sesekali waktu kami masih bersilaturahmi
melalui pesan WA.
Pilihan
Ketiga
Aku yang saat
itu masih ingin mendapatkan kesempatan bekerja di tempat lain,mencoba untuk
mencari link-link yang tentunya
membuatku bisa mendapatkan informasi tentang lowongan pengajar. Saat aku
membuka salah satu profil pertemanan di Fb ada profil salah seorang pengajar di
Universitas Bina Nusantara Jakarta. Tak lama setelah aku add pertemanan,orang tersebut justru mengirim message Fb padaku. Ia berterima kasih padaku karena sudah
menjadikan ia temannya dan ia bertanya padaku apakah aku ke Bengkulu ikut suami
atau bagaimana. Ya jelas bukan ikut suami, toh menikah saja belum. Aku juga
ingat,kalau orang ini sepertinya dulu pernah sekelas denganku saat di UGM,
hanya saja ia adalah mahasiswa S3 yang ikut kelas kami saat itu karena dosennya
sama. Aku juga ingat bahw aku sering berpapasan dengannya saat di perpustakaan pusat, tetapi kami sama sekali tak pernah saling sapa.
Hingga
akhirnya, orang ini meminta nomor WAku. Entah apa yang membuat ia seringkali
bertanya padaku layaknya orang yang sedang sensus penduduk. Adapun
pertanyaannya seperti, orang tua kerja di
mana, berapa bersaudara, asal orang tua dari mana, kriteria suami bagaimana.
Loh menurutku kok orang ini aneh sekali, baru juga kenal kok pertanyaannya
banyak sekali.Sampai-sampai aku curhat dengan sahabatku, kenapa orang ini, kok
banyak sekali tanya? Sahabatku kemudian berinisiatif bertanya padanya perihal
pertanyaan-pertanyaan yang ia berikan padaku. Sahabatku bertanya padanya
melalui pesan FB maksudnya apa ya bertanya begitu dengan Yue?
Kalau memang mau mencari jodoh, sahabatku itu juga sedang mencari jodoh, jadi
jangan kebanyakan basa-basi. Pesan sahabatku dijawab iya saya sedang mencari jodoh, tetapi saya ingin selesaikan studi
doktoral dulu yang akan selesai sebentar lagi dan nanti saya insyaAllah akan ke
Bengkulu.
Saat
itu tentunya ada rasa GR di dalam
diriku, tetapi ah apalah artinya kata-kata kalau tanpa pembuktian. Malah ada
beberapa waktu saat itu kami lose contact.
Aku pasti merasa kecewa, dalam pikiranku ah sudahlah mungkin belum jodohnya,memang
belum waktunya aku menikah dalam waktu dekat ini.
Saatnya
Membuat Keputusan
Hari demi hari
berlalu, untuk ketiga orang ini, masih saja memberikan kabarnya melalui pesan
WA padaku. Apalagi rekan kerjaku itu, sekali dua waktu pasti kami bertemu.Walau
mengajar di satu kampus yang sama, namun gedung kuliah kami berjauhan sehingga kami
tak sering bertemu. Untuk temanku yang satu itu (yang baru saja lulus UGM), ia
sedang berjuang mencari pekerjaan, hingga kabar akhir kuterima darinya bahwa ia
telah diterima menadi salah satu tenaga kontrak di salah satu dinas
pemerintahan di Pulau Jawa.
Aku hanya berdoa,
siapapun di antara ketiga orang ini yang akan mengkhitbahku terlebih dahulu,
maka itulah yang akan aku terima, siapapun itu. Karena menurutku, tak baik juga
berlama-lama melajang, apalagi terkadang interaksi yang menurut kita
biasa-biasa saja melalui pesan WA, bisa jadi dianggap berbeda oleh orang lain.
Finally Sumber gambar : bungabuket.com |
Saat
ia tiba di Jakarta, saat malam hari ia memberikan pesan WA padaku, isi pesan WA
nya ‘ada baiknya kita menikah saja’.
Aku saat itu cukup terkejut, lalu aku mengirim pesan balasan ‘yang benar ini? Masa iya?’ Dan
jawabannya ‘iya’. Aku menceritakan
pada mamaku perihal ini dan mamaku berkata kalau memang serius, silahkan datang
kembali ke rumah dan langsung melamar dalam waktu dekat. Selang dua bulan, ia
pun kembali ke rumah dan langsung melamarku. Walau setelah lamaran, rekan
kerjaku berkata bahwa rekan kerjaku sesama pengajar di Bengkulu yang
kuceritakan sebelumnya berencana akan melamarku juga dalam waktu dekat dan
ternyata terlambat karena aku sudah dilamar. Saat aku datang ke kampus dan
mengantar udangan padanya, ia berjanji akan datang, walau akhirnya kami tak
pernah bertemu lagi hingga saat ini.
Yakinlah, Suatu Waktu Doamu akan
Terkabul
Ternyata,
perkara jodoh itu mudah jika sudah waktunya. Sedari dulu aku memang
menginginkan pasangan hidup seorang dosen dan akhirnya Allah kabulkan. Walaupun
memang banyak ujian yang harus dijalani sebelum menemukannya. Dan pasti akan
banyak ujiannya sebelum terkabulnya doa-doa tersebut.
Tentunya
banyak sekali lika-liku yang harus dilewati sebelum bertemu dengan jodoh. Bukan
sekali dua kali aku merasa sepertinya ini adalah jodohku, walau terkadang saat
sudah merasa klop, tetap ada saja halangan dan rintangan, hingga akhirnya tak
jadi. Memanglah sabar dan doa yang akhirnya menjadi teman penantian saat itu,
hingga akhirnya penantian itu berujung juga.
Sekeping Cerita yang Semoga dapat
menjadi Hikmah
Wah, speechless saya mbak... semoga menjadi pasangan sehidup sesurga mbak... doakan saya segera ketemu juga hehee...
BalasHapusPerjalanan jodoh emang unik ya mba, gabisa ditebak-tebak. Tapi gimana pun semoga berjodoh dengan dia yang baik, dengan yang membawa ke arah lebih baik :))
BalasHapusLumayan terhanyut dengan tulisannya, seakan baca novel roman dech...harapan adalah do'a. Alhamdulillah Alkah kabulkan do'anya dapat suami seorang dosen.
BalasHapusSaya dulu punya harapan suami yang sholeh dan tidak merokok dan tidak pakai celana jeans. Alhamfulillah Allah kasih sesuai harapan....
Cerita yang luar biasa. Jodoh adalah misterius problem, allah mudahkan aamiin
BalasHapusManis sekali mbak. Membaca cerita ini membuat fikiran ku melayang jauh. Tentang beberapa orang yang dulu pernah dekat denganku sebelum memutuskan menerima suami yang sekarang. Hehee..
BalasHapusMasyallah dek Yue. Berada di posisi dek yue saat itu tentu bukanlah perkara mudah ya. Menghadapi ketidakpastian kala itu. Alhamdulilahnya berujung manis ya. Aamiin.
BalasHapusRelate banget mbak ama keadaanku saat ini, udah masuk usia 24 tapi masih asyik ningkatin level studi dan karir. Ujung-ujungnya dari ortu, keluarga besar, dan tetangga pada nanyain kapan naek pelaminan wkwkwk
BalasHapusDo you have the same age with me to planning our wedding. I am looking for my husband as 2 years. Alhamdulillah now we are be able wife and mom. I hope we are keep fighting be able good person
BalasHapusOh yeah.. Waahh..awesome.. aamiin May Allah gift berkah for our wedding,aamiin
HapusWuih seru bacanya. Alhamdulillah sesuai kriteria semua ya Mba jodoh dari-Nya. Emang kalau masalah jodoh gak perlu diburu-buru.
BalasHapusiya Mbk, alhamdulillah.. semua memang sudah sesuai skenario,kita cuma kudu sabar.
Hapusalhamdulillah, happy ending. aku suka kalo baca yang beginian. semoga samawa till jannah ya mbak
BalasHapusaamiin. Makasih ya Mbak...
Hapus