“Pulau K”, ayoo tebak, kira-kira pulau apa di Indonesia yang
berbentuk pulau K? Nah.. Iya benar, bagi yang menjawab pulau Sulawesi, pasti
nilai untuk mata pelajaran geografinya dulu saat sekolah, excellent, hehe...
Oh
iya, ini adalah perjalanan kali pertamaku ke Pulau K. Dulu, saat masih
melajang, aku memang punya impian ingin punya calon suami yang bukan dari pulau
Sumatera, atau pun dari Pulau Jawa. Mengapa? Ya, karena Bapak/Ibu ku sudah
berasal dari dua pulau tersebut. Sehingga, untuk menambah kebhinekaan keluarga
kami, maka, kalau bisa, aku menginginkan orang dari selain dua pulau tersebut
untuk kemudian menjadi jodohku. And
then.... qadarullah ya... benar-benar terkabullah doaku itu. Akhir tahun
2017, aku benar-benar dilamar oleh salah satu orang yang berasal dari pulau K,
asli pulau K malah... Doi berasal
dari Kabupaten Raha (Muna Barat), Kendari (Sulawesi Tenggara). Nah, poin
pentingnya nih ya, jangan pernah pesimis akan doa, karena sesungguhnya, doa-doamu
itu didengarkan oleh Allah. Dan berhati-hati jugalah ketika berujar, karena
bisa jadi kenyataan loh..
Okey,
balik lagi ke pulau K ya. Btw, karena
tanggal 30 Maret 2018 kemarin adalah almanak merah, maka aku bersama suami
bersepakat untuk mengunjungi keluarga kami yang ada di Muna. Kebetulan, selama
menikah (3 bulan), aku belum pernah bersilaturahmi ke kediaman suami di
kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Walaupun almanak merahnya berada pada hari
Jum’at, namun, kami bersepakat untuk memulai perjalanan kami di hari Kamis,
yakni tanggal 29 Maret 2018. Dengan menggunakan pesawat Sriwijaya Air, kami pun
berangkat dari Soetta (Tangerang) menuju ke Kendari dengan jalur transit
Makassar.
Perjalanan
kami mulai dari Jakarta Barat (Palmerah), dengan mengendarai go car, kami menuju bandara Soetta
sekitar pukul 07.15 WIB. Perjalanan cukup lancar, kami tidak mengalami
kemacetan. Berbeda dengan jalur sebaliknya, aku melihat jalanan padat merayap,
ya beginilah Jakarta, ‘berani hijrah ke Jakarta, artinya berani terima
tantangan bermacet ria!’.
Setibanya
di Soetta, kami langsung check in dan
kemudian menunggu keberangkatan, tepat pukul 09.50 WIB, kami telah berada di
atas pesawat menuju Makassar. Perjalanan akan ditempuh dalam waktu kurang lebih
dua jam lamanya. Jujur saja, ini adalah perjalanan dengan durasi terlama di
atas pesawat. Biasanya, aku hanya berada di atas pesawat selama 1 jam saja.
Tepat
pukul 14.00 WITA, kami tiba di bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Maros,
Makassar. Bandaranya cukup megah dengan desain interior yang mewah. Untuk
ukuran bandara intenasional yang ada di Yogya dan Solo, bandara ini terbilang
lebih maju, bahkan sangat maju dengan beragam fasilitas-fasilitas yang mewah.
Salah satu fasilitas di bandara Sultan Hasanuddin Makassar Pict. By Me |
Ruang Tunggu, Bandara Sultan Hasanuddin Makassar Pict. By Me |
Salah satu sudut di Ruang Tunggu Sultan Hasanuddin, Makassar. Pict. By Me |
Waktu
transit kami sangatlah singkat, hanya sekitar 20 menit, karena kami harus
melanjutkan kembali perjalanan ke Kendari. Dalam waktu 20 menit tersebut, aku
menyempatkan membeli siomay di dalam bandara. Karena memang sudah lama ngidam
siomay dan belum juga kesampaian. Begitu lihat banner makanan ada yang menjual
siomay, akhirnya aku pun membeli siomay tersebut dengan IDR Rp 33.000/porsi.
Harga yang cukup mahal memang untuk ukuran satu porsi siomay.
Menyempatkan diri membeli siomay di dalam bandara. pict. by Me |
Sementara
menunggu jadwal penerbangan selanjutnya, aku pun mencoba siomay yang tadi telah
dibeli. Untuk rasa tidak begitu enak, tetapi lumayanlah untuk Ibu-Ibu ngidam
seperti saya. Harum siomaynya memang wangi sekali, menggugah selera makan,
tetapi untuk rasa, masih lebih enak siomay Mandiri yang ada di Bengkulu... :D
Baru
menikmati dua suapan pertama, aku terpaksa mengakhiri waktu makan siomay untuk
sementara karena pesawat yang akan kami tumpangi sudah siap untuk dinaiki
penumpang selanjutnya. Rasa-rasanya sih masih ingin melanjutkan makan, tapi apa
daya, masa mau makan sambil berjalan ke atas pesawat. He...
Tiba
di atas pesawat pun, aku tidak bisa melanjutkan makan, hal ini dikarenakan aku
takut mengganggu penumpang lain, dikarenakan aroma bumbu kuah siomay yang
semerbak harum. So, ibu-ibu ngidam pun menahan selera untuk sementara waktu.
Perjalanan
cukup lancar, selang waktu kurang lebih satu jam, kami pun tiba di bandara Halu
Uleo Kota Kendari. Bandaranya tidak terlalu besar, hampir mirip dengan bandara
Fatmawati Soekarno yang ada di Bengkulu. Hanya saja, jika di bandara Fatmawati
halamannya tidak terlalu luas, namun di bandara Halu Uleo halamannya cukup
luas.
Bandara Halu Uleo Kendari Pict. by Me |
Tiba
di bandara, sementara suamiku mengantri barang bagasi, aku pun pergi ke luar
bandara, untuk duduk di bangku bandara yang telah disediakan. Ada hal yang
membuatku kurang nyaman, hal ini dikarenakan sejak pintu keluar ruang bandara,
aku sudah diburu oleh orang-orang yang menawarkan jasa travel dan taxi. Mereka
menawarkan “Rp100.000,- Mbk, Rp 100.000,-“, bahkan ada yang mengikutiku hingga
tempat duduk. Menawarkan mau membawa baranglah, pokoknya membuat tidak nyaman.
Sampai aku menyatakan bahwa aku sedang menunggu suami, baru orang tersebut
pergi meninggalkanku.
Hummm....
usai orang tersebut pergi, akhirnya aku pun melanjutkan misi yang tadi sempat
tertunda, yakni makan siomay, :D :D . Siomay pun habis, Ibu-Ibu ngidam pun
kenyang, Alhamdulillah. Suami pun tiba tepat pada waktunya, hhe... Dan kami pun
memutuskan untuk menyewa salah satu travel yang akan membawa kami menuju kota Kendari. Fyi nih ya, jarak
antara bandara dan Kota Kendari cukup jauh, hampir memakan waktu lebih dari
setengah jam.
Tepat
pukul 16.30 WITA, kami tiba di depan salah satu hotel, yakni hotel Putri
Wisata. Hotel tersebut tidak jauh dari mall Lippo Kendari. Di depan hotel
tersebut, telah menunggu teman suami, bang Nato namanya. Beliau memang orang
asli Kendari dan tinggal di Kendari. Beliau adalah sahabat dekat suami sejak
kuliah S1 dulu di Universitas Halu Uleo Kendari.
Karena
kami berdua sudah kelelahan, kami memutuskan untuk menginap dihotel Putri
Wisata saja, fasilitasnya memang cukup lengkap, tetapi kamarnya kurang nyaman,
karena seperti bangunan lamayang agak kurang terawat. Kami menginap di kamar
VIP dua dengan IDR Rp 350,000,00/malam. Fasilitas yang didapatkan cukup baik,
yakni TV, AC, WIFI, dan sarapan pagi.
Usai
berkemas, kami langsung diajak berkeliling di Kota Kendari. Kami mengawali
perjalanan kami dengan mengunjungi kawasan kuliner, yakni mencicipi kuliner
ikan bakar khas Kendari di Rumah Makan Kampung Bakau Kendari. Saat itu, aku dan
suami memesan ikan bakar baronang. Harga ikan dihargai Rp 12.000,-/ons. Selain mencicipi
ikan bakar, kami juga disuguhi sinonggi (makanan khas Kendari).
Aneka Sambal. Salah satu menu RM.Kampung Bakau Kendari. Pic.by Me |
Sinonggi ini
dilengkapi dengan paket palumara (semacam sayur bening dan ikan pindang kuah
kuning yang akan menjadi campuran saat memakan sinonggi). Sinonggi sendiri
semacam makanan yang terbuat dari bahan baku sagu yang kemudian disiram air
panas dan diaduk-aduk hingga menyerupai lem, hampir serupa dengan Papeda di
Papua. Cara memakannya pun unik. Aku diajarkan Bang Nato cara memakannya,
caranya adalah mengaduk-aduk sinonggi dengan sumpit kayu, setelah cukup kental,
kemudian dituangkan ke piring yang telah diberikan cabe rawit yang dihaluskan
menggunakan sendok (jumlah rawit sesuai selera, saran saya jangan terlalu
banyak rawitnya, karena rawit Kendari pedas banget),
kemudian tuangkan ikan dan kuah pindangnya, sayur bening serta perasan jeruk
nipis. Sinonggi yang dimasukkan ke piring tersebut, kemudian dipotong-potong
dengan menggunakan sumpit kayu (jadinya terlihat seperti tekwan, hehe). Memakan
sinonggi memang segar sekali, apalagi udara menjelang maghrib di pantai Teluk
Kendari cukup dingin. Ditambah cita rasa pedas dari rawit, menambah selera
makan tentunya. Menurut Bang Nato, seharusnya menelan sinonggi tidak perlu
dikunyah, langsung ditelan saja, namun tentunya tidak untukku, yang baru
pertama kali mencicipinya. :D
Satu Paket Sinonggi Pict. By Me |
Cara Memakan Sinonggi pict By Me |
Sinonggi yang telah siap disantap. Pict By Me. |
Ikan bakar baronang pict By Me |
Usai menikmati suasana
senja di Kampung Bakau Kendari, kami pun kembali berkeliling Kota Kendari, kami
diajak berkunjung ke Masjid Al Alam Kendari yang berada di tengah laut. Masjid
tersebut sudah diresmikan, namun belum dapat digunakan karena masih ada yang
perlu dibenahi, namun suasananya sangat menarik, karena berada di tengah-tengah
laut.
Suasana Pantai Teluk Kendari |
Bersama suami di RM. Kampung Bakau yang berada di atas Pantai Teluk Kendari Taken by : Bang Nato |
Masjid Al Alam Kendari. Pict By Me |
Seusai dari masjid, kami mencicipi kuliner kembali, kali ini kami mencicipi
kuliner khas Makassar tepatnya, yang tentunya juga banyak dijual di Kota
Kendari, yakni pisang Epe dan Saraba. Pisang Epe adalah pisang kepok beukuran
sedang, yang kemudian dijepit (dipadatkan/dipipihkan), kemudian dibakar.
Setelah matang kemudian diberi toping gula merah kental dan toping lainnya sesuai
selera. Untuk kali ini aku memilih toping keju. Sementara saraba adalah minuman
campuran jahe dan gula merah yang dimasak dan dihidangkan hangat-hangat.
Sungguh perpaduan yang nikmat, untuk kondisi malam di Kendari yang cukup
dingin. Usai menyelesaikan santapan pisang epe dan saraba, kami pun kembali ke
hotel dan beristirahat.
pisang epe dan Saraba pict by me |
----------------------------------------
Jumat, 30 Maret 2018,
pagi hari waktu Kendari.
Sebenarnya kondisiku
masih lelah, namun kami harus segera melanjutkan perjalanan ke Muna (salah satu
daerah Kabupaten yang ada di Kendari) dengan menggunakan kapal cepat. Jujur saja,
aku masih ingin istirahat di hotel. Namun, Abang menyarankan agar kami pergi
dengan menggunakan kapal cepat pada jadwal pagi hari, karena kalau siang, ombak
laut akan kencang. Dengan agak sedikit enggan, akhirnya aku pun ikut saran
Abang dan bertolak meninggalkan hotel menggunakan grabcar menuju pelabuhan. Saat itu, kami diantar oleh keponakan Abang
bernama Ica yang kebetulah masih menempuh kuliah di Universitas Halu Uleo
Kendari jurusan Hubungan Internasional.
Selfie bersama Ica sebelum naik kapal Cepat menuju Muna |
Setelah memesan tiket,
sekitar pukul 08.00 WIB kami bertolak menuju Muna. Perjalanan ditempuh dalam
waktu 4 jam. Kapal ini cukup nyaman, Abang sengaja memesan tiket VIP agar aku
nyaman selama berada di atas kapal. Untuk fasilitas VIP, dilengkapi dengan AC,
sofa duduk yang tidak berdesakan dan televisi. Harga tiket vip/orang adalah Rp
250.000,-. Selama perjanan kami dihibur dengan lagu-lagu nostalgia dari DVD TV
kapal, seusai itu, kami dihibur dengan film India laga. Aku tidak terlalu
menikmati perjalanan laut tersebut, hal itu dikarenakan, selama perjalanan
perutku sakit dan aku terserang diare.
Sepertinya aku terlalu banyak makan rawit saat menikmati sinonggi.
Namun, semua itu bisa
kuatasi, karena tepat sekitar pukul sebelas lewat, kami tiba di dermaga Muna.
Kami disambut dengan keluarga Abang saat turun dari kapal dan segera bertolak
ke Kota Laworo yang berjarak setengah jam dari dermaga dengan perjalanan darat.
Tiba di rumah Kakak
Abang, kami disambut oleh keluarga Abang, ada suasana haru, di mana Bapak
mertuaku menangis menyambut kami. Umur beliau sudah menginjak 90 tahun, namun
masih sanggup berjalan sendiri.
Usai beristirahat, kami
pun makan bersama. Saat itu, aku disuguhi lapa-lapa (Semacam lontong yang
dibungkus daun kelapa dan dicampur santan) dan bening daun kelor. Sayur beningnya
benar-benar bening loh... tanpa bawang, tomat, lengkuas. Hanya air bening dan
garam. Oh.. ya Allah.. benar-benar bukan seleraku, tetapi sepertinya lebih
sehat seperti ini yah. Selain itu juga ada goreng ikan pindang, sambal tahu dan
tempe goreng. Selain itu, untuk santap malam, kami disuguhi ayam kampung masak
kowe. Kowe adalah gulai khas masyarakat Muna, di mana menggunakan kelapa goreng
yang ditumbuk sangat halus, kemudian dicapur bawang merah, bawang putih dan
garam serta daun kedondong. Untuk cita rasanya enak, segar, karena daun
kedondong memberikan cita rasa segar pada masakan. Dan tentunya cita rasa ayam
kampung yang gurih membuat selera makan kian menambah. Ayam kampung masak kowe
ini dimakan dengan menggunakan lapa-lapa (semacam lontong). Ahhh, nikmatnya.
Ayam Kampung Masak Kowe pict By Me |
Lapa-Lapa Khas Muna Pict By Me |
Keesokan paginya aku
diajak Abang pergi ke tempat pemandian dekat rumah. Namanya tempat pemandian matakidi.
Dalam bahasa Muna, kidi berarti kecil, artinya adalah tempat pemandian mata air
kecil. Abang bercerita teman pemandian ini sudah ada sejak ia kecil. Di sinilah
dahulu ia belajar berenang pertama kalinya. Airnya memang sangat jernih, namun
udara pagi itu cukup dingin, sehingga aku mengurungkan niat untuk ikut mandi
juga di sana.
Pemandian Mata Kidi, Muna Pict By Me |
Siang harinya, aku
disuguhi rambutan segar yang dipetik langsung dari pohon. Sungguh manis
rasanya. Wah..benar-benar kunjungan yang menyenangkan. Rasa-rasanya hilang
semua lelah di perjalanan. Selain mengunjungi keluarga Abang dan bertemu Bapak
Ibu Mertua, tentunya aku juga bisa berbagi pengalaman dan cerita dengan
keluarga baruku di Kendari dan Muna.
Keesokan harinya, kami
bertolak kembali ke Jakarta dengan menaiki pesawat dari bandara Muna
menggunakan pesawat Garuda yang berkapasitas penumpang 60 orang. Ini adalah
pengalaman pertamaku naik pesawat berukuran kecil. Cukup menguji nyali
tentunya, apalagi saat mau landing,
wah rasa-rasanya adrenalin benar-benar diuji. Tetapi alhamdulillah, setelah
transit sementara di Makassar, tepat pukul 15.30 WIB kami tiba kembali di
Jakarta. Welcome again Jakarta, Welcome
again my real life!. Salam rindu Kendari. Sampai jumpa kembali.
DAri dulu kepengn ke Pulau K tapi belum kesampaian, secara jauhnya itu dari Bengkulu
BalasHapusEh BTW awalnya aku mikir Yue benar-benar ke pulau yang namanya pulau K ahha
InsyaAllah nnti bisa ke Pulau K Mbk... ☺
HapusAku udah pernah ke kendari, pas nyampe kan malam ya, liat kondisi jalan dan lampu2nya yang agak remang jadi terpikir "ini udah sampai Kendari atau balik ke Bengkulu lagi ya," hehe
BalasHapusIya kalo malam emg rada gelap kurang lampu jalan kotanya... tp menariik... hehe
HapusCieeeeee,,, ehem...ehem... yang la berdua. sudah punya tempat untuk mudik. hihi
BalasHapusCiaa ciee uhh uh.. hehe
Hapuswahh,, ikan bakar dan sinonggi nya ini yang buat ngiler.. hohohoho
BalasHapusHoho... iya nih.. sinongginya segar sekaalii... :)
HapusMbak... why oh why makanannya bikin ngiler sekaliii? huhu. Pengen ih. Tapi jauh xD
BalasHapusHehe.. maapkan atuh.. silahkan diicip kalo ke Kendari ya... :)
HapusAsyiknyaaaa... Kulineran ya bikin ngiler😃😃😃
BalasHapusYa Mbk... mangga dicoba kl ke sana 😊
HapusPengin nyobain sinonggi, makanannya unik dan khas sekali soalnya.
BalasHapusAyoo Mbk dcoba.. segrr rasanya...
HapusMau ujian baca beginian bikin aku lapeeer
BalasHapusAyooo Mbk diicip aja... 😊
HapusPengin banget ke Indonesia timur. Halan-halan dak liat foto makanannya kok enakkkk
BalasHapusAyooo Mbk.. ditry try... ☺
HapusItu makan snoggi , seru kali ya. Kenyang apa ga , hahaha
BalasHapusKenyang tp cepat lapar lg Mbk... krn perut biasa nasi.. hee
HapusWahh yue seru bgt ceritanya, dari jalan jalan sampe kulineran apalagi bareng suami pasti asyik bgt
BalasHapusBuk Yuer jadi kangen minum serabak,,,,masih inget to kita nyasar degerin diskusi di asrama anak makasar...behh rasanya pertama minum...enak bgt,,,,moga bisa maen ke pulau K :D
BalasHapus